Minggu, 29 September 2013

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN


A.    Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya
Dua kekayaan manusia yang paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim disebut pikiran dan perasaan. Di satu sisi akal dan budi tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lain. Dari sifat tuntutan itu ada yang berupa tuntutan jasmani dan ada pula tuntutan rohani.bila diteliti jenis maupun ragamnya sangat banyak, namun yang pastisemuaituhanyauntukmencapaikebahagiaan.
Manusia sebagai makhluk berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk mencapai kebahagiaan. Karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya suatu yang baik, benar dan adil, maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.Seseorang itu disebut berbudaya apabila prilakunya dituntun oleh akal budinya sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak bertentangan dengan kehendak tuhan.

B.       Hubungan antara Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
1.        Hubungan Manusia dengan Masyarakat
       Manusia hidupnya selalu di dalalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekadar ketentuan semata, melainkan mempunyai arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup bermasyarakat itu adalah rukun bagi manusia agar benar-benar dapat mengembangkan budayanya  dan mencapai kebudayaannya.
2.        Hubungan Manusia dengan Kebudayaan
       Hanya manusialah yang dapat menghasilkan kebudayaan, dan sebakliknya tidak ada kebudayaan tanpa manusia.                     
3.        Hubungan Masyarakat dengan Kebudayaan
       Kebudayaan tak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat, dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.
4.        Hubungan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
       Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berfikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman yang fundamental, dari sebab itulah kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dengan individu dan masyarakat.

C.    Budaya sebagai Sarana Kemajuan dan sebagai Ancaman bagi Manusia
Filsuf Hegel dalam abad ke-19 membahas budaya sebagai keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam berbudaya manusia tak menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam tetapi mengubahnya dan mengmbangkannya lebih lanjut.
Van Peursen menjelaskan hal yang nampaknya bertentangan : manusia dengan mengmbangkan alam ia memasukkan dirinya ke dalam dirinya sendiri. Dan ini hanyalah dimungkinkan apabila ia sudah sadar bahwa dirinya berada di luar alam. Justru karena manusia itu tidak secara otomatis menyatukan diri dengan alam (tetapi melalui berbagai sarana) maka lalu ia berbudaya.
Dalam pengalaman sejarah umat manusia, dikenal gejala-gejala kelelahan budaya. Manusia mendambakan kehidupan bangsa primitif yang penuh dengan ritus, adat, hiasan, dan magi yang serba menarik. Juga dalam dunia modern sekarang bermunculan kecenderungan manusia untuk melarika diri dari budaya dan kembali kepada alam. Sehubungan dengan itu, Klages (1930) menulis : Budaya merupakan bahaya begi manusia sendiri. Bagi Klages budaya itu menguasai, menyalahgunakan, menjajah dan mematikan.
Klages juga menyimpulkan bahwa manusia memang tak dapat hidup tanpa budaya yang memuat ancaman bagi dirinya sendiri. Adapun yang dikatakan Klages dan beberapa filosuf lain itu memang ada benarnya juga. Yakni di dalam budaya sendiri kadang-kadang ternuat kuasa-kuasa yang mengancam dan mampu menyeret manusia ke dalam jurang kerusakan. 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Aryandini, W. 2000. Manusia dalam Tinjauan Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: UI-Press
Prasetya, J.T. dkk. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Widagdho, D. dkk. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar