A.
Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya
Dua kekayaan
manusia yang paling utama ialah akal dan budi atau yang lazim disebut pikiran dan
perasaan. Di satu sisi akal dan budi tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan
hidup manusia yang lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lain. Dari sifat tuntutan
itu ada yang berupa tuntutan jasmani dan ada pula tuntutan rohani.bila diteliti
jenis maupun ragamnya sangat banyak, namun yang pastisemuaituhanyauntukmencapaikebahagiaan.
Manusia sebagai makhluk berbudaya tidak lain adalah makhluk
yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk mencapai kebahagiaan. Karena yang
membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya suatu yang baik, benar dan adil, maka dapat dikatakan hanya manusia
yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah
yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.Seseorang itu disebut berbudaya apabila prilakunya dituntun oleh akal budinya sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak bertentangan dengan kehendak tuhan.
B. Hubungan antara Manusia, Masyarakat dan
Kebudayaan
1.
Hubungan
Manusia dengan Masyarakat
Manusia
hidupnya selalu di dalalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekadar ketentuan
semata, melainkan mempunyai arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup
bermasyarakat itu adalah rukun bagi manusia agar benar-benar dapat
mengembangkan budayanya dan mencapai
kebudayaannya.
2.
Hubungan
Manusia dengan Kebudayaan
Hanya
manusialah yang dapat menghasilkan kebudayaan, dan sebakliknya tidak ada
kebudayaan tanpa manusia.
3.
Hubungan Masyarakat
dengan Kebudayaan
Kebudayaan
tak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat, dan eksistensi masyarakat itu hanya
dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.
4.
Hubungan
Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Setiap
kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berfikir,
sehubungan dengan pengalaman-pengalaman yang fundamental, dari sebab itulah
kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dengan individu dan masyarakat.
C.
Budaya
sebagai Sarana Kemajuan dan sebagai Ancaman bagi Manusia
Filsuf Hegel dalam abad ke-19 membahas budaya sebagai
keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam berbudaya manusia tak
menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam tetapi mengubahnya dan
mengmbangkannya lebih lanjut.
Van Peursen menjelaskan hal yang nampaknya bertentangan :
manusia dengan mengmbangkan alam ia memasukkan dirinya ke dalam dirinya
sendiri. Dan ini hanyalah dimungkinkan apabila ia sudah sadar bahwa dirinya
berada di luar alam. Justru karena manusia itu tidak secara otomatis menyatukan
diri dengan alam (tetapi melalui berbagai sarana) maka lalu ia berbudaya.
Dalam pengalaman sejarah umat manusia, dikenal gejala-gejala
kelelahan budaya. Manusia mendambakan kehidupan bangsa primitif yang penuh
dengan ritus, adat, hiasan, dan magi yang serba menarik. Juga dalam dunia
modern sekarang bermunculan kecenderungan manusia untuk melarika diri dari
budaya dan kembali kepada alam. Sehubungan dengan itu, Klages (1930) menulis :
Budaya merupakan bahaya begi manusia sendiri. Bagi Klages budaya itu menguasai,
menyalahgunakan, menjajah dan mematikan.
Klages juga menyimpulkan bahwa manusia memang tak dapat hidup
tanpa budaya yang memuat ancaman bagi dirinya sendiri. Adapun yang dikatakan
Klages dan beberapa filosuf lain itu memang ada benarnya juga. Yakni di dalam
budaya sendiri kadang-kadang ternuat kuasa-kuasa yang mengancam dan mampu
menyeret manusia ke dalam jurang kerusakan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aryandini, W. 2000. Manusia dalam
Tinjauan Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: UI-Press
Prasetya, J.T. dkk. 1998. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Widagdho, D. dkk. 2001. Ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: Bumi Aksara