Pagi ini pekat, dingin dan beku. Tapi suara jam weker itu tetap berhasil
membangunkan tuannya. Krii….ing suara jam itu masuk ke telinga Vega. Tertatih-
tatih dia menuju ke kamar mandi setelah mematikan suara jam. Hari ini Vega berencana
masuk sekolah lagi setelah libur panjangnya.
Kecelakaan
yang menimpanya serta ayah dan tantenya dua minggu lalu, membuat Vega koma
selama lima hari. Dan yang lebih membuat Vega sedih karena dia kehilangan ayah
dan tantenya. Mereka telah berpulang kepada Sang Pencipta. Tapi Vega masih
sangat bersyukur karena nyawanya masih bisa kembali ke tubuh mungilnya itu.
Berarti dia masih diberi kesempatan untuk menemukan ibu kandungnya.
Vega berharap
dengan masuk sekolah bisa membuatnya lupa sejenak peristiwa naas itu. Persiapan
Vega untuk berangkat sekolah sudah mantap. Apalagi Rafi selalu meminjamkan
catatan kepadanya semenjak sadar dari koma. Terdengar suara bel dari pintu
rumahnya, Vega segara membukakan pintu. “Eh Raf”, sapa Vega pada sahabatnya
itu. “Berangkat sekarang?” Tanya Rafi. “Ayo!”
Menuju ke
sekolah mereka berbincang-bincang sehingga tidak menyadari kalau sudah berada
di gerbang sekolah. Tempat ini sudah mulai asing bagi Vega. Maklumlah, Vega
memang seorang siswi berprestasi yang aktif dalam berbagai organisasi sekolah.
Sehingga dengan tidak masuk beberapa hari saja membuatnya terasa sangat asing.
“Halo…!” Sebuah suara terdengar oleh Vega yang sedang melamun. “Ternyata Gita”,
kata hati Vega. “Mau ke kelas sama-sama?” Tanya Gita. “Boleh”.
Tiba di lokal,
mereka disambut dengan antusias. Suasana yang sebelumnya heboh dengan berbagai
topik pembicaraan beralih mencari keterangan dari Vega. Mereka seperti seorang
wartawan yang memberikan pertanyaan pada Vega. Tapi semua jadi diam. Bu Henny
datang. “Pagi bu”. “Kita lanjutkan penelitian minggu lalu?” tanya beliau. “Baik
Bu!” Oya, siswi yang bernama Vega sudah masuk? Vega mengacungkan jarinya seraya
berkata “saya Bu”. Baik, kalau begitu saya tunggu kalian di labor.
Postur tubuh
tinggi itupun menuju ke labor diiringi siswa siswi kelas IIA. Penelitian
merekapun dilanjutkan. Tiba-tiba, “Ada apa Bu?”, tanya Vega pada Bu Henny yang
terlihat merasa kesakitan. “Tidak apa”.
Ternyata
waktu berjalan dengan cepat. Jam istirahat telah datang. Rencana teman sekelas
Vega sepertinya gagal. Karena Vega telah menghilang dari mereka. “Ya..., Vega
kemana sih? Kita gagal deh untuk mengajaknya ke kantin.”
Tok-tok-tok.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruangan Bu Henny. “Masuk!” Vega pun
melangkahkan kaki ke dalam ruangan. “Bu, apa boleh saya jujur?” Tentang apa
Vega? “Saya merasa kalau ada hubungan yang sangat dekat antara kita”. “Aduh,
maaf saya jadi bicara sembarangan pada ibu padahal kita baru bertemu satu
kali”, kata Vega. Begitu mendengar bel masuk, ia pun kembali ke kelas.
Tanpa terasa
kegiatan sekolah hari ini pun berakhir. Tubuh mungil Vega kembali menghilang
dari seluruh siswa siswi yang berkerumun menuju gerbang sekolah. Tapi dengan
cepat Rafi berhasil menemukan Vega. Rafi terus mengikuti Vega yang ternyata
pergi ke pusara ayahnya. Rafi mendekati Vega.
“Jangan
bersedih terus, relakan ayahmu pergi”, kata Rafi. “Terima kasih atas
nasehatnya, ayo kita pulang”, kata Vega.
Waktu berlalu
sangat cepat dan hubungan Vega dengan Bu Henny semakin dekat. Hingga akhirnya
Bu Henny menceritakan hal yang selama ini disimpannya. Beliau mengajak Vega ke
rumahnya. Rumah sederhana yang cukup udara dan berhalaman luas yang dihiasi
bunga beraneka warna. Setelah masuk ke rumah Bu Henny, Vega pun dipersilahkan
duduk. Tak lama setelah itu, tampaklah Bu Henny dari sebuah kamar di rumahnya
membawa album-album lama mengenai masa lalunya. Foto disaat beliau belum
bercerai dari ayah Vega.
Setelah
melihat foto-foto itu barulah Vega merasakan kalau ibunya telah dia temukan,
meski dia masih ragu dan hatinya masih penuh dengan berbagai pertanyaan.
Akhirnya
semua pertanyaan Vega terjawab disaat ulang tahunnya ke-17. Bu Henny bersama
teman-teman Vega membuat kejutan yang meriah. Gita yang membantu Vega
bersiap-siap meminta agar Vega mengenakan busana terbaik ditambah dengan pernak
perniknya.
Vega keluar
kamar. Ternyata dia disambut dengan pesta meriah. Ucapan selamat ulang tahun
dan sorak gembira mengisi pesta itu. Setelah Vega meniup lilin, Bu Henny
mendekati Vega dan mengatakan kalau beliau adalah ibu kandung Vega. “Ini foto
pernikahan kami dan ini foto kita saat bermain bersama”, kata Bu Henny. Setelah
semua itu, tangis derai air mata harupun mengucur tak hanya dari mereka berdua, tapi juga dari undangan yang
hadir.
Vega sangat
bahagia karena ternyata dia memang belum kehilangan semua orang yang
dibutuhkannya. Inilah kado terindah yang pernah didapatnya.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar